JAKARTA - Jumlah penduduk miskin pada September 2019 masih cukup tinggi, mencapai 24, 79 juta jiwa. Dibandingkan Maret 2019, jumlah penduduk miskin hanya turun sekitar 350 ribu jiwa. Penurunan tersebut lebih rendah dibandingkan rilis Maret 2019, mencapai 530 ribu jiwa. Hal yang sama juga terlihat pada jumlah kemiskinan di perkotaan maupun pedesaan. Jumlah kemiskinan di pedesaan mencapai 14, 93 jiwa atau hanya turun 220 ribu. Sementara itu angka kemiskinan di perkotaan mencapai 9, 86 juta jiwa atau hanya turun 130 ribu jiwa.
Anggota Komisi XI DPR Junaidi Auly menjelaskan bahwa penurunan persentase angka kemiskinan juga relatif lamban. Secara total, penurunan angka kemiskinan pada September 2019 hanya 0, 19 persen dibanding Maret 2019.
"Penurunan persentase angka kemiskinan pada rilis Maret 2019 mencapai 0, 25 persen dibandingkan September 2019. Dari sisi pulau, kantong kemiskinan terbesar masih berada di Maluku dan Papua mencapai 20, 39 persen; disusul Bali dan Nusa Tenggara sekitar 13, 36 persen, " kata Junaidi, Jum'at, (24/1/2020).
Dalam hal mempercepat penurunan angka kemiskinan, salah satu pekerjaan yang harus diselesaikan pemerintah adalah menjaga stabilitas harga pangan terutama beras.
"Pemerintah harus bisa mengantisipasi masalah harga bahan pokok agar tetap stabil, ini penting untuk memberikan ketenangan hidup masyarakat disamping banyak harga kebutuhan lain yang naik, " tandas Bang Jun sapaan akrabnya.
Junaidi melanjutkan, menurut BPS, beras menjadi penyumbang utama garis kemiskinan di Indonesia. "Di perkotaan, porsi beras mencapai 20, 35 persen terhadap garis kemiskinan sedangkan di pedesaan mencapai 25, 82 persen. Komoditas terbesar kedua adalah rokok kretek filter, masing-masing 11, 17 persen dan 10, 37 persen di perkotaan dan di pedesaan, " tutup Junaidi. (***)